Marilah berbagi ilmu karena bernilai sedekah . Sedikit ilmu namun diamalkan , itu lebih baik daripada banyak ilmu namun tidak diamalkan . Marilah kita memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan ilmu dan hargailah hasil karya orang lain . Teruslah berkarya walau di nilai kurang menarik karena mungkin bermanfaat bagi orang lain yang membutuhkannya . Janganlah mencela hasil karya orang lain karena boleh jadi yang mencela tidak lebih baik dari yang di cela . Berupayalah mengamalkan ilmu karena ilmu yang tidak diamalkan adalah sia - sia dan tidak bermanfaat . Dari Al Fakir untuk seluruh insan . Sholawat dan Salam selalu terlimpahkan dengan istiqomah kepada Nabi Muhammad Saw. , Semoga bermanfaat baik di kehidupan dunia maupun akhirat !

Selasa, 02 April 2024

 

Hal Yang Membatalkan Puasa

 

1. Masuknya sesuatu ke dalam tubuh dengan sengaja

Maksudnya adalah, puasa menjadi batal ketika suatu benda atau ‘ain baik itu berupa makanan, minuman, maupun benda lain yang masuk dalam salah satu lubang yang berpangkal pada organ bagian dalam (jauf) seperti mulut, telinga, dan hidung.
"Dari Abu Hurairah ra: Nabi Muhammad SAW bersabda: Siapa saja yang makan karena lupa, padahal ia sedang berpuasa, maka hendaknya ia melanjutkan puasanya, karenanya sesungguhnya Allah-lah yang memberinya makan dan minum." (HR Bukhari Muslim)

2. Memasukan obat atau benda melalui salah satu dari dua jalan 

Selanjutnya, puasa dihukumi batal ketika seseorang melakukan pengobatan dengan cara memasukkan benda melalui jalan depan (qubul) atau jalan belakang (dubur). Pada kasus ini, contoh pengobatannya seperti yang diberikan kepada penderita ambeien atau bagi orang sakit yang dipasakan kateter urin

3. Muntah dengan sengaja 

Muntah secara sengaja termasuk perkara yang membatalkan puasa. Namun, jika seseorang muntah tanpa disengaja atau muntah tiba-tiba dan tidak sedikitpun dari puntahannya tertelan, maka puasa tetap dihukumi sah. 
Rasulullah Saw. Bersabda : "Orang yang muntah tidak perlu mengqadha( mengganti puasa ) , tetapi orang yang sengaja muntah wajib mengqadha." (HR. Abu Daud, Tirmizy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)


4. Melakukan hubungan intim dengan sengaja 

Melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis di siang hari puasa secara sengaja dapat membatalkan puasa. Bukan hanya membatalkan saja, perkara ini juga membuat orang yang melakukannya dikenai denda atau kafarat.  Dendanya berupa puasa selama dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, ia wajib memberi makanan pokok senilai satu mud atau setara dengan 0,6 kilogram beras atau ¾ liter beras kepada 60 fakir miskin. 

5. Keluar air mani karena bersentuhan kulit

Hal ini juga membatalkan puasa. Kondisi tersebut dapat terjadi karena sebab onani atau bersentuhan dengan lawan jenis tanpa adanya hubungan seksual.  Namun, akan berbeda jika air mani keluar karena mimpi basah, maka keadaan tersebut tidak membatalkan puasa.

6. Mengeluarkan darah haid atau nifas 

Batal puasa seorang wanita yang haid dan sedang dalam masa nifas. Wanita tersebut juga berkewajiban mengqadha puasanya. 

7. Mengalami gangguan jiwa atau gila 

Ketika seseorang yang tengah berpuasa mengalami kondisi tersebut, maka puasanya dihukumi batal. 

8. Keluar dari agama Islam atau murtad 

Ketika seseorang yang tengah berpuasa melakukan hal-hal yang sifatnya mengingkari keesaan Allah swt atau mengingkari hukum syariat yang telah disepakati ulama, maka puasa orang tersebut dihukumi batal.

Firman Allah dalam surat Az Zumar : 65

Artinya : Bila kamu menyekutukan Allah (murtad), maka Allah akan menghapus amal-amalmu dan kamu pasti jadi orang yang rugi

Sumber: 
https://www.nu.or.id/nasional/8-hal-yang-buat-puasa-batal-3Cn5i



Posted by: Nama Blog magicmarketid, Updated at: 23.25.00

 

                  SEJARAH PUASA RAMADHAN                   

Puasa Ramadhan diwajibkan kepada Nabi Muhammad dan umatnya pada bulan Sya’ban tahun ke-2 hijriah .

Dalam surah Al Baqarah : 183 , Allah berfirman bahwa diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian .

Sebelum ayat di atas turun , umat islam biasa berpuasa pada hari ‘Asyura / 10 Muharram . Ketika Nabi Muhammad hijrah dan tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi juga berpuasa pada 10 Muharram tersebut. 

 

Orang-orang Yahudi menyatakan, pada 10 Muharram Allah swt menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya dari serangan Raja Fira’un. Kemudian Nabi Musa berpuasa pada 10 Muharram sebagai tanda syukur kepada Allah. Lalu, Nabi Muhammad memerintahkan uma Islam agar berpuasa pada tanggal 10 Muharram. 

 

Begitu juga dengan kaum nasrani / kristen , mereka juga berkewajiban untuk berpuasa dengan tatacara / ketentuan :

·       Makan, minum, dan hubungan suami-istri pada malam hari diperbolehkan, tetapi dengan beberapa catatan, yaitu orang yang akan melakukannya belum tidur dengan niat berpuasa esok harinya dan juga belum shalat isya. Artinya, jika sudah tidur atau sudah shalat isya di malam hari, ia tidak boleh makan, minum, atau hubungan suami-istri di sisa malam tersebut, hingga menjalani ibadah puasa pada hari berikutnya dan berbuka pada waktu magrib.

·       Cara puasa kaum nasrani di atas , juga diikuti oleh umat islam , seperti perbuatan salah seorang sahabat Nabi : Jika salah seorang sahabat berpuasa dan datang waktu berbuka, namun ia belum berbuka karena tidur, maka ia tidak lagi boleh makan dan minum pada malam itu hingga siang hari berikutnya dan berbuka di sore hari

·       Orang-orang di bulan Ramadhan, jika seseorang mereka berpuasa, kemudian di sore hari ia tidak sempat berbuka karena tidur, maka haram baginya makanan, minuman, dan bergaul dengan istri, hingga berbuka esok harinya

·       Ini adalah asbabun nuzul / sebab turun surat Al Baqarah : 187

Disebutkan, pada suatu malam, Sayyidina ‘Umar ibn al-Khathab berada di tempat Rasulullah saw. serta pulang ke rumah cukup malam dan mendapati istrinya sudah terlelap tidur. Rupanya saat itu, Sayyidina ‘Umar ingin bergaul bersama istrinya. Namun, ditolak oleh istrinya, “Aku sudah tidur!” Ia berkata, “Kau sudah tidur?” Meski demikian, malam itu ia tetap bergaul dengan istrinya.

Keesokan paginya, Sayyidina ‘Umar kembali menemui Rasulullah saw. dan mengabarkan kejadiannnya semalam. Maka Allah menurunkan ayat :

Artinya, “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa,” (QS. al-Baqarah [2] 187).

 

 

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia :

Allah memperbolehkan bagi kalian malam-malam bulan Ramadhan untuk menggauli istri-istri kalian. Mereka adalah penutup dan penjaga bagi kalian, dan kalian adalah penutup dan penjaga bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kalian mengkhianati diri kalian sendiri dengan melanggar apa yang dilarang Allah atas kalian dengan menggauli istri-istri setelah waktu Isya pada malam-malam puasa (yang ditetapkan pada periode awal perkembangan Islam). Maka Allah menerima taubat kalian dan melonggarkan perkara tersebut bagi kalian. Sekarang, gaulilah istri-istri kalian dan carilah apa yang Allah takdirkan bagi kalian berupa anak-anak.

Referensi : https://tafsirweb.com/697-surat-al-baqarah-ayat-187.html

 

Oleh sebab perbuatan Umar bin Khathab sehingga turun surah Al Baqarah : 187 maka Sejak itu, ditetapkanlah pensyariatan puasa dengan tata cara seperti sekarang ini, yakni menjauhi segala yang membatalkan, baik makan, mainum, maupun bergaul suami-istri, sejak terbit fajar shadiq hingga terbenam matahari. Sedangkan pada malam hari, semua itu diperbolehkan, tanpa ada syarat: setelah atau sebelum tidur, setelah atau sebelum shalat isya.


Posted by: Nama Blog magicmarketid, Updated at: 23.10.00

Selasa, 20 Juni 2023

Iman Kepada Rasul

 

Iman Kepada Rasul Allah

 

Bilangan para Nabi dan Rasul itu banyak, dan kita tidak mengetahui, hanya Tuhan-lah yang mengetahui bilangan pastinya, sebagaimana tertera di dalam ayat Al-Qur’an sebagai berikut :

 وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ

“Kami telah mengutus beberapa utusan sebelum engkau, di antara mereka itu ada yang telah kami ceritakan kepadamu, dan ada pula yang tidak kami ceritakan kepadamu, dan ada pula yang tidak kami ceritakan kepadamu”. (Al-Mu’min: 78).

<> Adapun yang telah diceritakan di dalam Al-Qur’an dengan riwayatnya masing-masing berjumlah 25 orang . Itulah yang wajib kita percayai dengan pasti .

Nama-Nama Para Nabi tersebut, sebagai berikut : Adam, Idris, Nuh, Hud, Shaleh, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Ya’qub, Yusuf, Ayyub, Syu’aid, Musa, Harun, Dzulkifli, Dawud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa’, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa, Muhammad .

Selanjutnya di antara 25 orang itu ada 5 orang Rasul yang mempunyai kelebihan yang istimewa . Mereka itu dinamakan Ulul-Azmi (اولوالعزم)    artinya para Nabi dan Rasul yang mempunyai ketabahan luar biasa .

Mereka itu adalah Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Nabi Muhammad SAW. Mengingat tugas para Rasul , sebagai pesuruh Allah untuk memberi petunjuk kepada segenap manusia dan untuk memperbaiki masyarakat , maka para Rasul itu harus memiliki sifat-sifat wajib , juga sifat mustahilnya sebagai berikut :

1. Benar/Jujur atau  صِدْقٌ tidak mungkin Suka bohong atau

كِذْبٌ 2. Dapat dipercaya atau اَمَانَةٌ  tidak mungkin khianat خِيَانَةٌ)

3. Menyampaikan perintah dan larangan atau تَبْلِغٌ tidak mungkin menyembunyikan ajaran atau

كِتْمَانٌ 4. Cerdas atau فَطَانَةٌ tidak mungkin pelupa atau غَفْلَةٌ

Adapun sifat jaiz (mungkin) para rasul itu adalah sama seperti sifat manusia juga , bahkan dijadikan contoh bagi sekalian manusia , maka mereka pun mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasa , yakni al-a’radlul basyariyah (اَلأَعْرَاضُ البَشَرِيَّةُ)  , seperti makan, berkeluarga, penat, mati, merasa enak dan tidak enak, sehat dan juga menderita sakit yang tidak mengurangi kedudukannya sebagai Rasul . Dan sifat as-sam’iyat (السَّمْعِيَّاتِ)    yaitu hal-hal yang tidak dapat dicapai dengan akal semata-mata , dan hanya dapat diketahui dari keterangan yang kita terima dari sumber agama sendiri , yakni dari kitab-kitab Allah dan keterangan-keterangan para Rasul . Di antara hal-hal yang termasuk di dalam Assamiyyat juga adalah Malaikat , Kitab-kitab Allah , Hari Kemudian , dan Qadla dan Qadar . Termasuk soal-soal ini juga adalah tentang Jin , Surga , Neraka , Hal ikhwal kubur , dan lain sebagainya .

Iman Kepada Kitab-Kitab Suci Allah , Allah menurunkan wahyu yang berisi petunjuk-petunjuk suci kepada para utusan-utusan-Nya . Petunjuk-petunjuk itu kemudian dihimpun-himpun menjadi kitab yang dinamakan kitab-kitab Allah . Kitab-kitab itu berisi perintah dan larangan (syari'at) , janji baik dan buruk , serta nasehat dan petunjuk cara hidup dan beribadat . Kita percaya bahwa kitab-kitab itu bukan bikinan makhluq, artinya bukan karangan Rasul , tetapi benar-benar dari Allah semata-mata .

Dalam Al-Qur’an disebutkan sebagai berikut :

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ

“Rasul itu telah percaya akan apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya , dan segala orang mu’minpun percaya pula , masing-masing percaya kepada Allah , Malaikat-Nya , Kitab-kitab-Nya dan Utusan-utusan-Nya”. (Al-Baqarah; 285) .

Adapun kitab-kitab Allah tersebut, yang wajib diimani ada empat : Zabur , Taurat , Injil , dan Al-Qur’an .

1. Kitab suci Zabur; yang diturunkan kepada Nabi Dawud a.s. berisi do’a-do’a, dzikir, nasehat dan hikmah-hikmah; tidak ada di dalamnya hukum syareat, karena Nabi Dawud diperintahkan mengikuti syareat Nabi Musa a.s.

 وَآتَيْنَا دَاوُودَ زَبُورًا

 “Dan kami telah memberi kitab zabur kepada Nabi Dawud”. (An-Nisa; 163).

2. Kitab suci Taurat; yang diturunkan kepada Nabi Musa.a.s. Berisi hukum-hukum syariat dan kepercayaan yang benar.

نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنزَلَ التَّوْرَاةَ وَالْإِنجِيلَ

 “(Tuhan Allah) telah menurunkan kitab kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang terdahulu dari padanya, lagi menurunkan Taurat dan Injil”. (Ali Imran: 3).

3. Kitab suci Injil; diturunkan kepada Nabi Isa a.s. Kitab itu berisi seruan kepada manusia agar bertauhid kepada Allah, menghapuskan sebagian dari hukum-hukum yang terdapat dalam kitab Taurat yang sudah tidak sesuai dengan zamannya.

4. Kitab suci Al-Qur’an; diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW berisi syareat yang menghapuskan sebagian isi kitab-kitab Taurat, Zabur, Injil, yang sudah tidak sesuai dengan zamannya.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ

“Pada bulan Ramadhan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia”. (Al-Baqarah: 185). Selain dari kitab-kitab yang empat itu, masih ada lagi shahifah (صحيفة) atau lembaran-lembaran oleh Allah telah diturunkan kepada Nabi Adam a.s., Nabi Syits a.s., Nabi Idris a.s., Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Musa a.s.

Sumber: 
https://islam.nu.or.id/ubudiyah/iman-kepada-para-rasul-dan-kitab-suci-oZFso


Posted by: Nama Blog magicmarketid, Updated at: 12.57.00